Fenomena yang biasa muncul sebelum terjadinya gempa, salah satunya adalah ‘awan gempa’.
Awan yang biasa disebut juga dengan nama ‘awan Cirrostratus’ ini bentuknya berbeda memanjang seperti asap yang keluar dari pesawat.
Awan ini untuk wilayah tropis berada di ketinggian sekitar 6.000-18.000 meter di daerah permukaan laut.
Di Jepang, fenomena awan gempa ini disebut dengan nama ‘Kagida Cloud’ atau ‘Awan Kagida’. Awan ini dipakai sebagai salah satu isyarat tanda-tanda alam akan terjadinya gempa bumi, dengan perkiraan sumber gempa berada di titik paling tengah awan gempa tersebut.
Peristiwa fenomena awan gempa ini ditengarai muncul di beberapa wilayah-wilayah yang pernah dilanda gempa besar. Misalnya, diantaranya, tahun 1622 di Guyuan Ningxia, China. Lalu, tahun 1978 di Kanto Jepang awan ini muncul sehari sebelum terjadinya gempa. Selanjutnya, tahun 1995 di Kobe Jepang, awan ini muncul 8 hari sebelum terjadinya gempa yang dahsyat. Tahun 2006, awan ini juga muncul di langit kota Yogyakarta saat wilayah itu diguncang gempa yang dahsyat.
Sementara itu, sampai dengan saat ini, belum ada laporan tentang kemunculan awan gempa ini sebelum terjadinya gempa dahsyat yang mengguncang wilayah Sumatera Barat. Bisa jadi, kemunculan awan itu sebenarnya ada, hanya luput dari perhatian masyarakatnya saja.
Luputnya perhatian masyarakat itu adalah hal yang dapat dimaklumi, mengingat bagi sebagian kalangan Islam kelompok mazhab modernis, mengingat perilaku membaca tanda-tanda isyarat alam untuk praduga sebuah peristiwa itu seringkali ditanggapi dengan skeptis. Dianggap sebagai takhayul klenik yang melanggar akidah ajaran Islam, bahkan tak jarang perilaku mengamati gejala alam ini dicap sebagai salah satu ciri khasnya kelompok umat Islam yang bermazhab Ahlul Bidah Wal Jamaah dengan penyakit menahun TBC (Takhayul, Bidah, Khurafat) yang menjurus ke arah perilaku Syirik dan Musryik.
Sebagai catatan bahan perenungan, khusus soal yang berkait dengan fenomena astronomi, sesungguhnya Islam mengajarkan untuk melakukan Sholat Sunnat Gerhana saat terjadi fenomena gerhana bulan atau gerhana matahari.
Hal lainnya, khusus berkaitan dengan fenomena awan gempa ini pernah diteliti oleh para ilmuwan dengan metode ilmiah secara empiris berdasarkan pola-pola awan hasil pencitraan satelit. Hasilnya, dari 36 awan yang diteliti, 29 terbukti merupakan pertanda awal akan terjadinya gempa. Konfigurasi awan gempa ini berhubungan dengan fenomena Listrik Semesta (Electric Universe) termasuk juga di dalamnya fenomena aural, radio dan gangguan gelombang VLF (Very Low Frequency).
Fenomena formasi awan gempa ini di tahun 505-587 sudah pernah diamati dan dituliskan oleh orang India bernama Varahamihira. Pengamatannya itu ditulisnya dalam sebuah buku berjudul ‘Brihat Samhita’. Dalam buku itu dibahas beberapa isyarat gejala alam yang berkait pertanda bakal munculnya gempa bumi, seperti tanda awan, dan kelakuan binatang-binatang, pengaruh astrologi (baca : astronomi tentang letak posisi planet dan benda-benda langit terhadap bumi), pergerakan bawah air tanah, dan beberapa aspek terkait lainnya.
Kegemaran dalam mengamati gejala tanda isyarat alam ini, yang seringkali disebut orang sebagai kegemaran nggothak-nggathuke, di khazanah budaya masyarakat Jawa disebut sebagai ‘ilmu titen’ atau ‘ilmu niteni’. Titen atau niteni yang jika diterjemahkan secara garis besar berarti mengamati perilaku alam, lalu mengelompokkan dan menandai perilaku alam itu, selanjutnya kumpulan perilaku itu disimpulkan sebagai sebuah kesimpulan.
Terlepas dari perdebatan soal Takhayul, Bidah, Khurafat, ada fenomena aneh yang terjadi pada waktu sebelum terjadinya gempa bumi mengguncang daerah Minangkabau yang menganut sistem ‘Matriarkat / Matrilineal‘ dengan semboyannya ‘Adat bersendikan Syara dan Syara bersendikan Kitabullah’ ini.
Pada awal bulan Desember 2008 langit diatas kota Padang dijumpai fenomena aneh, yang sempat terekam dalam dokumentasi foto.Hari Senin malam sekitar pukul 19.30 WIB, bulan sabit laksana tersenyum di langit kota Padang.
Fenomena ini berlangsung sekitar beberapa jam lamanya.
Bulan sabit yang berada di tengah-tengah agak kebawah diantara dua planet itu seakan membentuk seraut wajah yang sedang tersenyum.
Posisi dan konfigurasi dari bulan sabit tersenyum ini tak lazim, sebab biasanya posisi bulan sabit itu berada di di samping tengah-tengahnya dua planet, yaitu Mars-Jupiter atau Venus-Merkerius.
Subhanallah, inikah cara Allah SWT menyapa dan memberikan isyarat kepada para hamba-Nya yang disampaikan-Nya melalui benda-benda langit yang notabene juga merupakan makhluk ciptaan-Nya ?.
Hal lainnya, yang terjadi pada saat berlangsungnya gempa, adalah suhu temperatur udara yang terasa panas, yang dirasakan melebihi hari-hari biasanya. Suhu udara yang panas tersebut diiringi dengan debu dan tingkat kelembaban yang relatif lebih tinggi daripada biasanya. Beberapa warga, dilaporkan juga merasakan perihal temperatur udara yang meningkat ini.
Memang, hujan juga mendatangkan kendala. Bisa dimaklumi, manusia pada dasarnya adalah makhluk yang tak pernah puas, selalu mengeluh dengan apapun yang dianugerahkan oleh-Nya. Sehingga tak tertutup kemungkinan bahkan ada pula yang mengumpat dan mengeluhkan turunnya rahmat Allah ini. Namun, dibalik kendala akibat turunnya hujan, ada hikmah keuntungan yang lebih besar dibandingkan jikalau Allah SWT tak menurunkan rahmat-Nya berupa hujan.
Mungkin oleh sebab itulah, maka Allah SWT memerintahkan Malaikat Rahmat untuk menurunkan rahmat-Nya berupa hujan. Hal mana, hujan ini menurunkan suhu udara pasca gempa yang meningkat, serta membersihkan udara dari debu-debu yang berterbangan memenuhi udara kota.
Selain itu, ada fenomena lain yang dijumpai di langit diatas wilayah Sumatera Barat ini yang pada masa lalu pernah mencatat sejarah perjuangannya Tuanku Imam Bonjol dalam menegakkan ajaran Islam.
Beberapa saat sesudah terjadinya gempa, muncul 2 fenomena alam tak lazim yang terjadi. Yakni, fenomena ‘Halo’ atau ‘Lingkaran Halo’.
Pada hari Jumat tanggal 2 Oktober 2009, sekitar pukul 11.00 WIB, langit Padang dihiasi fenomena unik, yakni matahari terlihat dikelilingi lingkaran seperti cincin pelangi.
Fenomena ini biasa disebut sebagai fenomena ‘halo’. Biasanya ini dijumpai pada saat bulan purnama atau pada saat matahari bersinar terang di siang hari.
Fenomena ini adalah sejenis fenomena optik yang menampilkan bentuk cincin di sekitar sumber cahaya. Hal ini akibat dari refleksi dan refraksi cahaya matahari/bulan oleh kristal es atau uap air yang berada dalam awan sirus, sehingga lingkaran cahaya itu menampilkan penampakan yang seakan-akan ada pelangi mengelilingi Matahari atau Bulan.
Fenomena halo ini sebenarnya bukanlah monopoli fenomena yang muncul saat suatu daerah sedang terkena gempa. Seringkali fenomena ini muncul di beberapa daerah yang tak terkena bencana gempa. Diantaranya, tercatat pernah terjadi di Bandung, Bogor, Jakarta pada tanggal 27 september 2007, kemudian di Makasar pada tanggal 29 oktober 2007, lalu di Padang pada tanggal 29 maret 2008.
Namun, fenomena halo yang berkait dengan refleksi dan refraksi cahaya matahari/bulan oleh uap air, jika dikaitkan dengan fenomena awan gempa yang berkaitan dengan uap air, maka sangat bisa jadi kedua fenomena ini ada korelasi keterkaitannya.
Dalam arti kata, sangat bisa jadi akibat dari tumbukan lempengan kerak bumi yang mengakibatkan gempa, itu memicu meningkatnya temperatur suhu udara di lokasi, selanjutnya memicu peningkatan penguapan air, sehingga tercipta konsentrasi partikel uap air, lalu menimbulkan fenomena halo yang merupakan pembiasan cahaya matahari.
Sangat bisa jadi, awan gempa ini sesungguhnya telah muncul di langit kota padang, akan tetapi karena tipisnya awan itu maka tanda kehadirannya adalah lingkaran cahaya di sekeliling matahari, atau lingkaran halo.Diluar fenomena awan gempa, bulan sabit tersenyum, lingkaran halo, ada fenomena satu lagi yang tercatat dilaporkan terjadi di kota Padang beberapa saat setelah berlangsungnya gempa. Yaitu, kemunculan ‘awan berlafazkan huruf Allah’.
Sesaat seusai sholat Jumat pada tanggal 2 Oktober 2009, dilaporkan adanya awan yang membentuk huruf hijaiyah bertuliskan ‘Allah’ menghiasi langit di atas tanah Minang dimana dahulu pernah dilahirkan tokoh ulama besar, Buya Hamka.
Tentunya fenomena awan ini tak terkait dengan fenomena awan gempa.
Apakah ini cara Allah SWT menyapa para hamba-Nya ?.
Seakan Dzat Maha Tunggal dan Maha Berkehendak mengingatkan kepada para hamba-Nya bahwa segala yang terjadi di jagad raya ini, termasuk gempa, adalah tanda Kebesaran Kekuasaan-Nya ?.
Bahwasanya Anugerah dan Bencana adalah Kehendak-Nya ?.
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?… [QS. Ar-Rahman : 55 : 26-28].
Agama Islam mengajarkan bahwa disemua peristiwa tak ada yang lepas dari Kehendak dan Kuasa-Nya, dan di semua tindakan Allah SWT dalam peristiwa tersebut senantiasa meliputi seluruh dimensi dari sifat-Nya dan nama-Nya.Sesungguhnya, ilmu pengetahuan dan penalaran serta logika hamba-Nya tak akan pernah mampu menyibak semua Hikmah-Nya, kecuali hanya secuilnya saja.
Maka tak heran jika terdapat beragam pandangan atau pendapat yang saling bertentangan dalam memahami ssesuatu peristiwa, termasuk peristiwa gempa. Apakah gempa ini merupakan bencana ?, apakah bencana ini diturunkan-Nya sebagai bentuk kasih sayang atau ujian atau teguran atau peringatan atau azab atau murka-Nya ?.Boleh jadi untuk tujuan pelipur duka para korban, serta merta akan dikatakan bahwa gempa ini semata hanyalah ujian dari Allah SWT bagi para hamba-Nya.
Sangat bisa jadi, memang benar begitu. Namun sesungguhnya tak hanya dimensi ujian saja yang ada dibalik Kehendak-Nya melalui peristiwa gempa ini, sebab semua tindakan Allah SWT senantiasa meliputi seluruh dimensi yang merupakan pengejawahan dari sifat-Nya dan nama-Nya.
Ada dimensi dan aspek lainnya yang tak boleh dikesampingkan begitu saja. Jika itu dikesampingkan, maka para hamba-Nya akan kehilangan kesempatan bermuhasabah diri serta kesempatan meraih Hidayah dan Kasih Sayang-Nya yang menyertai peristiwa itu.
Betul bahwa ini adalah ujian dari Allah SWT kepada para hamba-Nya yang saleh agar istiqamah dan semakin menyakini keimanannya atas Kuasa dan Kehendak-Nya. Benar belaka bahwa ada teguran dari Allah SWT kepada para hamba-Nya yang sedang lalai agar segera bertaubat sehingga tidak berlarut-larut terseret dalam perbuataan maksiat dan dosa serta pelanggaran terhadap segala Hukum dan Peraturan-Nya.
Sangat benar bahwa ini adalah Kasih Sayang-Nya agar para hamba-Nya yang saleh terselamatkan dari nistanya dunia yang bergelimang maksiat dan dosa. Sangat betul bahwa ini adalah azab dari Allah SWT kepada para hamba-Nya yang durhaka dimana nyata-nyata melalaikan-Nya bahkan terang-terangan menantang Hukum dan Peraturan-Nya.
Oleh sebab itu, bertawakal dan iklhas ridho atas semua Kehendak dan Takdir-Nya diiringi tindakan bermuhasabah dan instrospeksi diri adalah cara terbaik dalam memaknai dan memahami peristiwa gempa ini.
Bagi mereka yang beriman dan merasa sudah soleh, tak pernah melakukan maksiat dan dosa, selalu taat dengan Hukum dan Peraturan-Nya, maka inilah Ujian dari-Nya sebagai wahana agar semakin meningkat derajat iman serta takwanya.
Bagi mereka yang beriman dan merasa sedang melalaikan-Nya, maka inilah Teguran dari-Nya sebagai wahana untuk segera melakukan taubatan nasuha mumpung masih diberi kesempatan sebelum ajal menjemputnya.Bagi mereka yang beriman yang telah dipanggilnya, maka inilah Kasih Sayang dari-Nya agar segala timbangan amal ibadah yang telah diperbuatnya selama ini tak akan terkurangi lagi oleh perbuatan maksiat dan dosa.
…Tidak ada seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri atau yang lebih berat daripada itu melainkan dengan ujian itu Allah SWT menghapuskan perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya sebagai mana pohon kayu menggugurkan daun-daunnya… [HR. Bukhari dan Muslim]
…Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya… [QS. An-Anfal : 8 : 25].
Bagi mereka yang durhaka dan menentang serta melecehkan segala Hukum dan Peraturan-Nya, maka inilah Azab dari-Nya akibat dari segala kedurhakaannya.
…Bila perzinahan dan riba (penyelewengan) telah terang-terangan dilakukan oleh penduduk suatu negeri maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan bagi diri mereka untuk terkena azab Allah… [HR. Bukhari]
…Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya… [QS. Al-A’raaf : 7 : 96]
Tanpa mengurangi rasa simpati dan empati kepada mereka yang menjadi korban, baik yang meninggal maupun mereka yang terluka ataupun mereka yang kehilangan sanak saudaranya dan harta bendanya, barangkali gempa yang merupakan Kehendak-Nya ini dapat menjadi wahana untuk semakin meningkatkan diri baik dalam tingkat keimanannya dan amal ibadahnya maupun ketakwaannya.
Pada waktu yang lalu, di Aceh, yang biasa disebut sebagai Tanah Serambi Mekkah, diberikan-Nya peristiwa gempa disertai tsunami yang dahsyat.
Seusai itu, ada hikmah yang mampu dipetiknya, Insya Allah, terlihat ada perbaikan dalam tata masyarakatnya, ada peningkatan dalam iman takwa-Nya.Masyarakat Aceh yang religius seusai peristiwa dahsyat itu menjadi reda panasnya konflik yang melibatkan tindakan saling baku bunuh diantara saudara-saudara seiman Islam dan setanah air Indonesia.
Seusai peristiwa itu, Insya Allah, terlihat mulai ada usaha untuk semakin mematuhi Hukum dan Peraturan-Nya dalam tata masyarakatnya.Semoga peristiwa gempa di Ranah Minang yang masyarakatnya sangat religius dengan faham ‘Matriarkat / Matrilineal‘ dan memegang teguh prinsip ‘Adat bersendikan Syara dan Syara bersendikan Kitabullah’ ini dapat mengambil iktibar dan hikmah serta manfaatnya, sehingga semakin meningkat usaha untuk semakin mematuhi Hukum dan Peraturan-Nya dalam tata masyarakatnya.
.Sebagai catatan akhir, barangkali bagi kita semua, seluruh masyarakat Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke, perlulah melakukan muhasabah dan intropeksi diri, tak ada salahnya merenungkan peristiwa gempa ini.
Gempa memang merupakan peristiwa alam, namun apakah peristiwa alam ini tidak ada hubungannya dengan aspek Ketuhanan ?.
Sesungguhnya, Islam mengajarkan bahwa Allah SWT telah ridho dengan hukum-hukum alam yang merupakan Sunattullah-Nya. Namun, hukum-hukum alam tersebut merupakan hukum-Nya yang berada dibawah Kehendak-Nya dan Kemaha Kuasaan-Nya. Gempa merupakan peristiwa yang tetap tergantung kepada Kehendak-Nya dan Iradah-Nya.
Untuk itulah maka, mentafakuri segala peristiwa untuk mengambil hikmah dan manfaatnya dalam konteks bermuhasabah diri adalah suatu keniscayaan. Jika tidak ingin menyesal saat sudah berada di alam Barzah nantinya.Mumpung Allah SWT sedang memberikan kesempatan dengan melimpahkan Kasih Sayang-Nya agar menjadi kendaraan bagi para hamba-Nya semakin mendekatkan dirinya kepada-Nya.Gempa kali ini terjadi pada jam 17.16 WIB, selanjutnya ada gempa susulan pada jam 17.58 WIB. Esoknya terjadi gempa di Jambi pada jam 8.52 WIB.Jika kita buka Al-Qur’an, maka kita akan menemui ayat yang berkaitan dengan angka jam-jam tersebut diatas adalah sebagai berikut :
…Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya… [QS. Al Israa’ : 17 : 16]
…Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz)… [QS. Al Israa’ : 17 : 58]
…(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya…[QS. Al Anfaal : 8 : 52]
Tak ada artinyakah semua rentetan peristiwa bencana beruntun susul menyusul ini ?.
Tak cukupkah Tsunami Aceh, disusul Gempa Yogya, ditimpali jebolnya tanggul Situ Gintung, dilanjutkan Gempa Tasikmalaya, diteruskan Gempa Jambi, termasuk beruntunnya kecelakaan pesawat terbang alutsistanya militer maupun angkutan sipil, sering terjadinya kecelakaan Kereta Api, tak sedikit Kapal Laut yang karam, kebakaran hutan selalu terjadi, kebanjiran menjadi langganan, kekeringan tak juga berkurang, wabah penyakit merebak, serta cerita nestapa dan duka lara lainnya ?.
Akankah itu semua belum cukup untuk menggugah kesadaran kita agar mulai berusaha lebih taat untuk menjauhi larangan-Nya serta lebih patuh kepada perintah-Nya dan Hukum Peraturan-Nya ?.
Ataukah kita tak perduli dan tak mau mentafakurinya ?. Lalu menganggap semua ini hanya sebuah kebetulan yang sekadar sebuah kebetulan semata saja, tanpa pesan ada yang Allah Swt sampaikan dalam peristiwa ini ?.
Bahkan kemudian mentuhankan nalar logika terbatas kita sebagaimana dahulu kaum kafir menertawakan dakwah ajaran Islam yang diwahyukan melalui Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW ?.
Semua itu berpulang kepada diri kita masing-masing. Akan tetapi perlulah kita senantiasa ingat bahwa Allah SWT adalah Maha Rahman dan Maha Rahim, namun siksa Allah SWt sangatlah pedih.
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya… [QS. An-Anfal : 8 : 25].
Akhirulkalam, ada dosa yang kita pikul akibat tidak menjalankan kewajiban Fardhu Ain, namun ada pula dosa yang harus kita pikul sebagai akibat dari umat Islam lalai menjalankan kewajiban Fardhu Kifayah.
Wallahulambishsawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar